BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Farmasi
adalah ilmu yang mempelajari tentang cara membuat, mecampur, memformulasi dan
melakukan pembakuan senyawa obat. Obat adalah bahan tunggal atau campuran yang
digunakan semua makhluk untuk bagian luar maupun dalam guna mencegah maupun mengobati
penyakit.
Inkompatibilitas adalah pencampuran antara dua reaksi atau lebih antara obat-obatan dan menimbulkan
ketidakcocokan atau ketidaksesuaian. Sediaan cair atau suspensi adalah sediaan
yang mengandung partikel tidak larut dalam bentuk halus yag terdispersi ke
dalam fase cair. Inkompatibilitas sediaan cair adalah inkomp yang terjadi pada
sediaan cair seperti larutan. Inkompatibilitas pada sediaan cair, Inkompatibilitas
atau biasa dikenal dengan OTT (obat tak tercampurakan) pada sediaan cair
biasanya terjadi inkomp secara fisika ataupun kimia tergantung pada larutan
tersebut. Perubahan yang terlihat seperti larutan yang terjadi perubahan warna
yang tidak diinginkan, Perubahan warna tak tercampurkannya dengan sediaan
galenika, bahan-bahan tidak dapat bercampur, terbentuk endapan yang tidak
larut, reaksi yang berasal dari pengaruh zat-zat yang bereaksi asam atau basa,
reaksi yg terjadi karena oksidasi atau reduksi, dan tidak stabil dalam larutan.
Interaksi dapat terjadi antara pelarut dengan pelarut, pelarut dengan zat
terlarut, dan zat terlarut dengan zat terlaut.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan
masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1.
Apakah definisi dari inkompatibilitas
sediaan cair ?
2.
Apa sajakah bentuk-bentuk sediaan cair ?
3.
Bagaimana inkompatibilitas dari sediaan
cair ?
1.3 Tujuan
Tujuan
dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1.
Untuk mengetahui apa definisi dari
inkompatibilitas sediaan cair.
2.
Untuk mengetahui apa saja bentuk-bentuk
sediaan cair.
3.
Untuk mengetahui bagaimana
inkompatibilitas dari sediaan cair.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Inkompatibilitas
Inkompatibilitas
adalah pencampuran antara dua reaksi atau lebih antara obat-obatan yang menimbulkan
ketidakcocokan atau ketidaksesuaian. inkompatibilitas sediaan cair adalah
inkomp yang terjadi pada sediaan cair seperti larutan.
2.2 Bentuk-Bentuk Sediaan Cair
Sediaan
cair atau potio adalah obat minum dengan penggunaan secara oral yang berupa
sirup, larutan suspensi, atau emulsi.
A. Larutan
(Solutions)
Menurut FI IV, solutions atau larutan adalah sediaan cair yang
mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut. Larutan biasanya dilarutkan
dalam air, yang karena bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaannya, tidak
dimasukkan dalam golongan produk lainnya. Misalnya terdispersi secara molekuler
dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang caling bercampur (FI ed
IV). Contoh dari larutan antara lain, Larutan penyegar cap kaki tiga dan Iodine
povidon solution.
Ada beberapa cara untuk mengenal
kerusakan yang terjadi pada larutan, yaitu:
1) Terjadinya
kekeruhan atau perubahan warna
2) Terbentuk
kristal atau endapan zat padat
3) Terjadi
perubahan bau
4) Perubahan
viskositas
Larutan
dibagi menjadi beberapa bentuk, antara lain :
a.
Berdasarkan
cara penggunaannya
1) Larutan oral adalah sediaan cair
yang dibuat untuk pemberian oral, mengandung satu atau lebih zat dengan atau
tanpa bahan pengaroma, pemanis atau pewarna yang larut dalam air atau campuran
kosolven air.
Sirup adalah larutan oral yang
mengandung sukrosa atau gula lain dalam kadar tinggi (sirop simplex adalah
sirop yang hamper jenuh dengan sukrosa). Larutan oral yang tidak mengandung
gula tetapi bahan pemanis buatan seperti sorbitol atau aspartam, dan bahan
pengental, seperti gom selulosa, sering digunakan untuk penderita diabetes.
Eliksir adalah larutan oral yang
mengandung etanol (95%) sebagai kosolven (pelarut). Untuk mengurangi kadar
etanol yang dibutuhkan untuk pelarut, dapat ditambahkan kosolven lain seperti
gliserin dan propilen glikol.
2) Larutan topikal adalah larutan yang
biasanya mengandung air, tetapi sering kali mengandung pelarut lain seperti
etanol dan poliol untuk penggunaan pada kulit, atau dalam larutan lidokain oral
topikal.
Lotio (larutan atau suspensi) yang
digunakan secara topikal.
Larutan otik adalah larutan yang
mengandung air atau gliserin atau pelarut lain dan bahan pendispersi.
Penggunaan telinga luar, misalnya larutan otik benzokain dan antipirin, larutan
otik neomisin B sulfat, dan larutan otik hidrokortison.
b.
Berdasarkan
sistem pelarut dan zat terlarut
Spirit adalah larutan yang
mengandung etanol atau hidroalkohol dari zat mudah menguap umumnya digunakan
sebagai bahan pengaroma.
Tingtur adalah larutan yang
mengandung etanol atau hidroalkohol yang dibuat dari bahan tumbuhan atau
senyawa kimia.
Air aromatik adalah larutan jernih
dan jenuh dalam air, dari minyak, mudah menguap atau senyawa aromatik, atau
bahan mudah menguap lainnya. Pelarut yang biasa digunakan :
-
Air
untuk melarutka garam – garam
-
Spiritus
untuk melarutkan kamfer, iodin, mentol
-
Eter
untuk melarutkan kamfer, fosfor sublimat
-
Gliserin
untuk melarutkan tannin, zat samak, boraks, fenol
-
Minyak
untuk melarutkan kamfer
-
Paraffin
liquidum untuk melarutkan cera dan cetasium
-
Kloroform
untuk melarutkan minyak – minyak, lemak
c.
Berdasarkan
jumlah zat A yang dilarutkan dalam air atau pelarut lain
·
Larutan
encer yaitu larutan yang mengandung sejumlah kecil zat A yang terlarut.
·
Larutan
yaitu larutan yang mengandung sejumlah besar zat A yang terlarut.
·
Larutan
jenuh yaitu larutan yang mengandung jumlah maksimum zat A yang dapat larutdalam
air pada tekanan dan temperatur tertentu.
·
Larutan
lewat jenuh yaitu larutan yang mengandung jumlah zat A yang terlarut melebihi
batas kelarutannya di dalam air pada temperatur tertentu.
Beberapa
Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Sediaan Larutan :
1. Kelarutan
zat aktif
2.
Kestabilan zat aktif dalam larutan
3.
Penyimpanan
Faktor
– Faktor Yang Mempengaruhi Kelarutan
1. Sifat
polaritas zat terlarut dan pelarut
Memiliki
pengertian bahwa molekul polar (zat terlarrut) larut dalam pelarut polar,
sebaliknya molekul non polar (zat terlarut) akan larut dalam pelarut non polar.
2.
Co-solvency
adalah suatu
peristiwa terjadinya kenaikan kelarutan dengan penambahan pelarut lain, atau
modifikasi pelarut. Misalnya luminal tidak larut dalam air tetapi larut dalam
campuran air + gliserin (Syamsuni, A., 2006).
Keuntungan
Dan Kerugian Sediaan Larutan
a.
Keuntungan
1.
Merupakan campuran homogen
2.
Dosis dapat diubah – ubah dalam pembuatan
3. Dapat diberikan dalam
larutan encer, sedangkan kapsul dan tablet sulit diencerkan
4.
Kerja awal obat lebih cepat, karena obat cepat di absorbsi
5.
Mudah diberi pemanis, pengaroma, pewarna
6.
Untuk pemakaian luar mudah digunakan
b. Kerugian
1.
Ada obat yang tidak stabil dalam larutan
2.
Ada obat yang sukar ditutupi rasa dan baunya dalam larutan
(Syamsuni, A., 2006).
Syarat
– Syarat Larutan
1. Zat
terlarut harus larut sempurna dalam pelarutnya
2. Zat harus
stabil, baik pada suhu kamar dan pada penyimpanan
3. Jernih
4. Tidak ada
endapan
(Anonim B., 1995)
Komposisi
Larutan
1.
Bahan
aktif / solut/ zat terlarut. Contoh : kamfer, iodin, mentol.
2.
Solven
/ zat pelarut
Contoh :
a.
Air untuk melarutka garam – garam
b.
Spiritus untuk melarutkan kamfer, iodin, mentol
c.
Eter untuk melarutkan kamfer, fosfor sublimat
d.
Gliserin untuk melarutkan tannin, zat samak, boraks, fenol
e.
Minyak untuk melarutkan kamfer
f.
Paraffin liquidum untuk melarutkan cera dan cetasium
g.
Kloroform untuk melarutkan minyak – minyak, lemak
3.
Bahan tambahan
a. Corrigen
odoris: digunakan untuk memperbaiki bau obat.
Contoh:
oleum cinnamommi, oleum rosarum, oleum citri, oleum menthae pip.
b. Corrigen
saporis: digunakan untuk mempebaiki rasa obat.
Contoh: saccharosa/sirup simplex, sirup
auratiorum, tingtur cinnamommi, aqua menthae piperithae.
c. Corrigen
coloris: digunakan untuk memperbaiki warna obat.
Contoh: karminum (merah), karamel (coklat),
tinture croci (kuning).
d. Corrigen solubilis: digunakan untuk
memperbaiki kelarutan dari obat utama.
Contoh: iodium dapat mudah larut dalam larutan pekat.
Contoh: iodium dapat mudah larut dalam larutan pekat.
e. Pengawet:
digunakan untuk mengawetkan obat.
Contoh: asam benzoat, natrium benzoat,
nipagin, nipasol.
(Syamsuni,
A., 2006)
Cara
Pembuatan Larutan Secara Umum :
1.
Zat – zat yang mudah larut, dilarutkan dalam botol.
2.
Zat – zat yang agak sukar larut, dilarutkan dengan
pemanasan.
Masukkan zat padat yang akan
dilarutkan dalam Erlenmeyer, setelah itu masukkan zat pelarutnya, dipanasi
diatas tangas air atau api bebas dengan digoyang – goyangkan sampai larut. Zat
padat yang hendak dilarutkan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dulu, mencegah
jangan sampaai ada yang lengket pada Erlenmeyer. Pemanasan dilakukan dengan api
bebas sambil digoyang – goyang untuk menjaga pemanasan kelewat setempat.
3.
Untuk zat yang akan terbentuk hidrat, maka air
dimasukkan dulu dalam erlenmeyer agar tidak terbentuk senyawa hidrat yang lebih
lambat larutnya.
4.
Untuk zat yang meleleh dalam air panas dan merupakan
tetes besar dalam dasar erlenmeyer atau botol maka perlu dalam melarutkan
digoyang – goyangkan atau dikocok untuk mempercepat larutnya zat tersebut.
5.
Zat – zat yang mudah terurai pada pemanasan tidak
boleh dilarutkan dengan pemanasan atau dilarutkan secar dingin.
6.
Zat – zat yang mudah menguap dipanasi, dilarutkan
dalam botol tertutup dan dinaskan serendah – rendahnya sambil digoyang –
goyangkan.
7.
Obat – obat keras harus dilarutkan tersendiri, untuk
meyakini apakah sudah larut semua. Dapat dilakukan dalam tabung reaksi lalu
dibilas.
8.
Perlu diperhatikan bahwa pemanasan hanya diperlukan
untuk mempercepat larutnya suatu zat, tidak untuk menambah kelarutan sebab bila
keadaan dingin maka akan terjadi endapan (Anief, Moh., 2004. Halaman 99 – 101)
Cara
Khusus Pengerjaan Obat Dalam Bentuk Larutan
Beberapa obat yang memerlukan cara khusus
untuk melarutkannya, diantaranya :
1.
Natrium bikarbonat
Harus dilakukan dengan cara
gerus – tuang (adsliben)
2.
Kalium permanganat (KMnO4)
Dilarutkan dengan pemanasan.
Pada proses pemanasan akan terbentuk batu kawi (MnO2). Oleh sebab
itu setelah dingin tanpa dikocok – kocok dituangkan ke dalam botol atau dapat
juga disaring dengan gelas wool.
3.
Zink klorida (ZnCl2)
Harus dilarutkan dengan air
sekaligus, kemudian disaring. Karena jika air ditambahkan sedikit demi sedikit maka akan terbentuk
zink oksida klorida (ZnOCl) yang sukar larut dalam air. Jika terdapat asam
salisilat, larutkan zink klorida dengan sebagian air, kemudian tambahkan asam
salisilat dan sisa air, baru disaring.
4.
Kamfer (Camphorae)
Kelarutan dalam air 1:650.
Dilarutkan dengan spiritus fortiori (95%) sebanyak 2 kali bobot kamfer di dalam botol kering.
Kocok – kocok, kemudian tambahkan air panas sekaligus, kocok lagi.
5.
Tanin
Tanin mudah larut dalam air dan
dalam gliserin, tetapi tanin selalu mengandung hasil oksidasi yang larut dalam
air, tetapi tidak larut dalam gliserin sehingga larutannya dalam gliserin harus
disaring dengan kapas yang dibasahi. Jika ada air dan gliserin, larutkan tannin
dalam air, kocok, baru tambahkan gliserinnya.
6.
Fenol
Diambil fenol liquifactum
yaitu larutan 20 bagian air dalam 100 bagian fenol. Jumlah yang diambil 1,2 kali jumlah yang
diminta. Jika pengenceran dalam air cukup akan diperoleh larutan yang jernih,
jika kurang akan terjadi larutan yang keruh.
7.
Bahan yang bersifat keras
Harus dilarutkan sendiri.
8.
Jika ada bahan obat yang harus diencerkan dengan
air, hasil pengenceran yang diambil paling sedikit adalah 2 ml.
Contoh
inkompatibilitas:
Kelarutan suatu garam dalam air
dapat berkurang karena penambahan suatu garam. Dalam praktek peristiwa ini
digunakan pada pembuatan sabun natrium. Larutan sabun dengan penambahan NaCl
akan mengendapkan sabun natriumnya.
Larutan garam Quininum dan Papaverium
dapat berkurang kelarutannya oleh penambahan kalium, natrium, ammonium
halogenida.
Contoh
resep :
R/ Papaverini
Hydrochloridi 1
Belladonnae Extr. 0,2
Sol. Charcot 300
Tinct. Aurant. Cort 5
S.3.d.d.c.
Cara membuatnya adalah dengan melarutkan
garam bromide dari solution Charcot dan di dalam mortar dibuat mucilago dari
pulvis Gummosus lalu ditambahkan Papaverin Hidrokloridum, Belladonnae Extractum
dan sisa air setelah itu baru dicampur dengan larutan garam bromida tadi. Jumlah
pulvis Gummosus yang digunakan adalah 2% dari jumlah larutan.
B.
Suspensi (Suspensiones)
2.1.1.
Definisi
1. Suspensi adalah sediaan yang mengandung
bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan
pembawa (Anief, Moh., 2004. Halaman 149).
2. Suspensiones (suspensi) adalah sediaan
yang mengandung bahan obat padat dalam bendtuk halus dan tidak larut,
terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus halus dan tidak
boleh cepat mengendap. Kekentalan suspensi tidak boleh terlali tinggi agar sediaan
mudah dikocok dan dituang (Anonim a., 1979. Halaman 32)
3. Suspensi adalah sediaan cair yang
mengandung partikel tidak larut dalam bentuk halus yang terdispersi ke dalam
fase cair (Syamsuni, A., 2006. Halaman 135).
Dari beberapa definisi yang tertera
dapat disimpulkan bahwa suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat
padat dalam bentuk halus dan tidak larut yang terdispersi ke dalam fase cair
serta kekentalan suspenditidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok
dan dituang.
2.1.2.
Macam-Macam Suspensi
1. Suspensi
oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam bentuk halus yang
terdispersi dalam fase cair dengan penambahan bahan pengaroma.
2. Suspensi
topikal adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam bentuk halus
yang terdispersi dalam fase cair, di tunjukan untuk pemakian di permukaan
kulit.
3. Suspensi tetes telinga sediaan cair yang
mengandung partikel dalam bentuk halus yang terdispersi dalam fase cair yang di
teteskan pada telinga.
4. Suspensi oftalmik sediaan cair yang mengandung partikel sangat
halus yang terdispersi dalam cair pembawa untuk pemakaian pada mata.
5. Suspensi
ijeksi adalah sediaan padat dan kering dengan bahan pembawa yang sesuai
persyaratan suspensi steril (Syamsuni, A. 2006).
2.1.3. Bahan Tambahan
A. Suspending
Agent
Macam-macam
suspending agent :
Golongan
GOM , meliputi :
a. Akasia (Pulvin Gummi Arabic)
Larut dalam air, tidak larut dalam alkohol, bersifat asam.
Viskositas optimum mucilagonya dalam pH 5-9. Akasia digunakan dengan kadar 35%
yang kira-kira memiliki kekentalan sama dengan gliserin. Akasia ini mudah
dirusak oleh bakteri. Oleh karena itu dalam penggunaannya perlu ditambahkan
pengawet.
Cara pembuatannya yaitu dimasukkan PGA dalam mortir, digerus
dan ditambahkan air 1,5 kalinya dan diaduk sampai homogen.
b. Chondrus
Larut dalam air, tidak larut dalam alkohol dan bersifat
basa. Karagen merupakan derivat dari sakarida. Chondrus ini mudah dirusak oleh
bakteri. Oleh karena itu dalam penggunaannya perlu ditambahkan pengawet.
Cara pembuatannya yaitu chondrus dimasukkan dalam mortir,
ditambhakan air dan diaguk sampai homogen.
c. Tragacanth
Sangat lambat mengalami hidrasi sehingga untuk mempercepat
hidrasi biasanya dilakukan pemanasan. Mucilago tragacanth lebih kental
dibanding PGA. Musilago tragacanth hanya baik sebgai statbilisator suspensi,
tetapi bukan sebagai emulgator. Kadar yang digunakan sebagai suspending agent
yaitu 2%.
Cara pembuatannya yaitu Tragacanth 2% dimasukkan dimortir
dan digerus, ditambahkan sir 20 kali lebih banyak sampai diperoleh suatu masa
yang homogen dan kemudian mengencerkannya dengan sisa air.
d. Solutio Gummi Arabic
Cara pembuatannya Gummi Arabicum 10% dibuat dengan jalan
membuat dahulu Mucilago Gummi Arabici dari gom yang tersedia dan kemudian
mengencerkannya.
e. Benthonit
Digunakan sebagai suspending agent yaitu 0,5-5%. Benthonit
berbentuk mineral, kristal, tidak berbau, oucat/krim keabu-abuan, bubuk halus
dan partikel 50-150 mm.
f. Mucilago Saleb
Dugunakan sebagai suspending agent yaitu 1%. Cara
pembuatannya yaitu dengan serbuk saleb 1% sebaiknya dengan serbuk yang telah
dihilangkan petinya dengan pengayakan. Mula-mula botol ditara, dicuci dengan
air mendidih masukkan air mendidih 20 kali sebanyak serbuk saleb. Kemudian
dikocok hingga massa menempel pada dinding botol, sir 20 kali hanya perlu
dikira-kira. Tambahakn sisa air didih dan kocok sampai diperoleh mucilago.
g. Solutio gummosa
Mengandung pulvis gummosus 2% dan dibuat dengan jalan
menggerus dahulu pulvis gummosa dengan air 7 kali banyaknya sampai diperoleh
suatu masa yang homogen dan mengencerkannya sedikit demi sedikit.
h. Solutio Gummosa Tenuis
Mengandung pulvis gummosus 1% dan dibuat dengan jalan
menggerus dahulu pulvis gummosa dengan air 7 kali banyaknya sampai diperoleh
suatu masa yang homogen dan mengencerkannya sedikit demi sedikit.
i. CMC-Na
Digunakan sebagai suspending agent yaitu 3-6%.
B. Bahan Pengawet
a. Natrium Benzoat
Granul putih atau kristal, agak higroskopik, agakberbau
benzoin, rasa manis dan asin yang kurang enak. Mudah alrut dalam air, agak
sukar larut dalam etanol dan lebih mudah larut dalam etanol 90%. Sebagai
pengawet digunakan dalam dosis 0,02-0,5%. (Anonim b. 1995. Halaman 584 ).
b. Propylis paragenum/Propil
paragen/Nipasol
Serbuk putih atau hablur kecil, tidak berwarna. Sangat sukar
larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan dalam eter, sukar larut dalam air
mendidih. Sebagai pengawet digunakan dalam dosis 0,05-0,25%. (Anonim b. 1995.
Halaman 713 )
c. Butyl paraben/Buthylis parabenum
Hablur halus tidak berwarna atau serbuk putih. Sangat sukar
larut dalam air dan dalam gliserin, mudah larut dalam aseton, dalam etanol,
dalam eter dan dalam propilen gilkol. Sebagai pengawet digunakan dalam dosis
0,1%. (Anonim b. 1995. Halaman 158 )
d. Etil paraben/Ethylis – paraben
Serbuk hablur putih kecil, tidak berwarna. Sukar larut dalam
air dan dalam gliserin, mudah larut dalam aseton, dalam methanol, dalam eter
dan dalam propilen gilkol.
C. Bahan
Pewarna
a.
Sunset yellow ( kuning )
b.
Tartazin ( kuning )
c.
Eritrosin ( merah )
d.
Klorofil ( hijau )
e.
Kurkumin ( kuning )
f.
Antosianin ( orange/merah )
D. Bahan Pengaroma
a. Oleum Citri
Nama lainnya yaitu minyak jeruk. Merupakan cairan kuning
pucat/kuning kehijauan, bau khas, rasa pedas agak pahit. Larut dalam 12 volume
ethanol 90% P, larutan agak beropalesensi, dapat bercampur dengan ethanol mutlak
P. (Anonim a. 1979. Halaman 455 )
b. Oleum Annamomi
Nama lainnya yaitu minyak kayu manis. Merupakan suling segar
berwarna kuning, bau dan rasa khas. JIka disimpan tidak menjadi coklat
kemerahan. Dalam ethanol larutkan 1 ml dalam 8 ml ethanol 70% P, opalesensi
yang terjadi tidak lebih kuat dari opalesensi larutan yang dibuat dengan
menambahkan 0,5 ml perak nitrat 0,1 N ke dalam campuran 0,5 ml natrium klorida
0,02 N dan 50 ml air. (Anonim a. 1979. Halaman 454 ).
c. Oleum Menthae
Nama lainnya yaitu minyak permen. Cairan tidak berwarna atau
kuning pucat, bau khas kuat menusuk, rasa pedas diikuti rasa dingin jika udara
dihirup melalui mulut. (Anonim b. 1995. Halaman 629 ).
2.1.4.
Syarat-syarat Suspensi
·
Zat
terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap
·
Jika
dikocok harus segera terdispersi kembali
·
Dapat
mengandung zat dan bahan menjamin stabilitas suspensi
·
Kekentalan
suspensi tidak bolah terlalu tinggi agar mudah dikocok atau sedia dituang
·
Ukuran
partikel, erat hubungannya dengan luas penampang partikel serta daya tekan ke
atas dari cairan suspensi
·
Jumlah
partikel, makin besar konsentrasi maka semakin besar kemungkinan terjadinya
endapan partikel dalam waktu yang singkat
·
Sifat
atau muatan partikel, terjadinya interaksi antara bahan yang menghasilkan bahan
yang sukar larut dalam cairan tertentu.
(Anonim b. 1995)
Contoh inkompatibilitas
:
R/ carb.adsorb 10
Natrii sulfas
Magnesia sulfas aa 5
Aquam
ad 100
Carbo adsorben sering digunakan sebagai obat diare karena
mempunyai daya absorpsi terhadap toksi dan bakteri, maka itu tidak benar kalau
ditambah lendir, karena akan mengurangi daya kerjanya maka itu hanya digerus
dengan air dan bila terdapat sirup maka di gerus dengan sirup.
2.1.5 Cara
Pembuatan Suspensi
1. Metode Dispersi, metode ini
dilakukan dengan cara menambahkan serbuk bahan obat kedalam misilago yang telah
terbentuk, kemudian baru di encerkan.
2. Metode Prestipitasi, zat yang
hendak didespersiakan di larutkan terlebih dulu kedalam pelarut organik yang
hendak di campur dengan air.
(Syamsuni, A. 2006)
2.1.6 Sistem
Pembentukan Suspensi
1. Sistem defukolasi, partikel
defukolasi mengendap perlahan akhir nya membentuk sedimen,akan terjadi agregasi,
dan akhirnya terbentuk cake yang keras dan sukar tersuspensi kembali.
2. Sistem flokulasi, partikel
flokulasi terikat lemah, cepat mengendap dan pada penyimpanan tidak terjadi
cake dan mudah tersuspensi kembali.
(Syamsuni, A. 2006)
C.
EMULSI
3.1.1
Definisi
1. Emulsi adalah
suatu dispersi dimana fase terdispersinya terdiri9 dari bulatan-bulatan kecil
zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak bercampur. (Ansel,
Howard. 2005. Halaman 376 )
2. Emulsi adalah
sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan lainnya
dalam bentuk tetesan kecil. (Anonim b. 1995. Halaman 6 )
3. Emulsi adalah
sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam
cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok.
(Anonim a. 1979. Halaman 9 )
4. Emulsi adalah
sediaan yang mengandung dua zat cair yang tidak tercampur, biasanya air dan
minyak, cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan
yang lain (sistem dispersi, formulasi suspensi dan emulsi Halaman 56 )
Dari beberapa defini yang tertera dapat
disimpulkan bahwa emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya
terdispersi dalam cairan pembawa yang membentuk butiran-butiran kecil dan
distabilkan dengan zat pengemulsi/surfaktan yang cocok.
3.1.2 Macam-macam
emulsi
1. Oral
Umumnya emulsi tipe o/w, karena rasa dan bau
minyak yang tidak enak dapat tertutupi, minyak bila dalam jumlah kecil dan
terbagi dalam tetesan-tetesan kecil lebih mudah dicerna.
2. Topikal
Umumnya
emulsi tipe o/w atau w/o tergantung banyak faktor misalnya sifat zatnya atau
jenis efek terapi yang dikehendaki. Sediaan yang penggunaannya di kulit dengan
tujuan menghasilkan efek lokal.
3. Injeksi
Sediaan
steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan
atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan secara
merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Contoh
: Vit. A diserap cepat melalui jaringan, bila diinjeksi dalam bentuk emulsi (Syamsuni,
A. 2006)
3.1.3 Tipe-tipe
emulsi
a. Tipe emulsi o/w
atau m/a : emulsi yang terdiri atas butiran minyak yang tersebar atau
terdispersi ke dalam air. Minyak sebagai fase internal, air sebagai fase
eksternal.
b. Tipe emulsi w/o atau m/a : emulsi yang terdiri
atas butiran air yang tersebar atau terdispersi ke dalam minyak. Air sebagai
fase internal, minyak sebagai fase eksternal (Syamsuni, A. 2006)
3.1.4 Emulsi yang
tidak memenuhi persyaratan
1. Creaming :
terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan, yaitu nagian mengandung fase dispersi
lebih banyak dari pada lapisan yang lain. Creaming bersifat reversibel artinya
jika dikocok perlahan akan terdispersi kembali.
2. Koalesensi dan cacking (breaking) : pecahnya
emulsi karena film yang meliputi partikel rusak dan butiran minyak
berkoalesensi/menyatu menjadi fase tunggal yang memisah. Emulsi ini bersifat
irreversible. Hal ini terjadi karena :
a. Peristiwa kimia
: penambahan alkohol, perubahan pH
b. Peristiwa
fisika : pemanasan, pendinginan, penyaringan
c. Peristiwa
biologi : fermentasi bakteri, jamur, ragi
3. Inversi fase
peristiwa berubahnya tipe emulsi o/w menjadi w/o secara tiba-tiba atau
sebaliknya sifatnya irreversible.
3.1.5 Komponen emulsi
A. Komponen dasar yaitu bahan pembentuk emulsi
yang harus terdapat di dalam emulsi, terdiri atas:
a. Fase dispersi:
zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil di dalam zat cair lainnya.
b. Fase pendispersi: zat cair dalam emulsi yang berfungsi
sebagai bahan dasar (bahan pendukung) emulsi tersebut.
c. Emulgator: bagian dari emulsi yang berfungsi
untuk menstabilkan emulsi.
Contoh
emulgator :
4. Gom Arab : Cara Pembuatan air 1,5 kali bobot GOM
5. Tragacanth : Cara Pembuatan air 20 kali bobot
tragacanth
6. Agar-agar : Cara Pembuatan 1-2% agar-agar yang
digunakan
7. Condrus : Cara Pembuatan 1-2% condrus yang
digunakan
8. CMC-Na : Cara Pembuatan 1-2% cmc-na yang
dihunakan
Emulgator alam
·
Kuning telur : Cara Pembuatan emulsi dengan kuning
telur dalam mortir luas dan digerus dnegan stemper kuat-kuat, setelah itu
dimasukkan minyaknya sedikit demi sedikit, lalu diencerkan dengan air dan
disaring dengan kasa.
· Adeps lanae
· Emulgator
mineral
· Magnesium
Aluminuin Silikat ( Veegum ) : Cara Pembuatan diapaki 1%
·
Bentonit : Cara Pembuatan 5% bentonit yang
digunakan
Emulgator buatan/sintesis
1. Tween :
Ester dari sorbitan dengan asam lemak disamping mengandung ikatan eter dengan
oksi etilen, berikut macam-macam jenis tween :
a. Tween 20 : Polioksi etilen sorbitan monolaurat, cairan
seperti minyak.
b. Tween 40 :
Polioksi etilen sorbitan monopalmitat, cairan seperti minyak.
c. Tween 60 : Polioksi etilen sorbitan monostearat, semi
padat seperti minyak.
d. Tween 80 :
Polioksi etilen sorbitan monooleat, cairan seperti minyak.
2. Span : Ester dari sorbitan dengan asam lemak.
Berikut jenis span :
a. Span 20 : Sorbitan monobiurat, cairan
b. Span 40 :
Sorbitan monopulmitat, padat seperti malam
c. Span 60 : Sorbitan monooleat, cair seperti minyak
B. Komponen Tambahan yaitu bahan tambahan yang
sering ditambahkan ke dalam emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
Misalnya : pewarna, pengaroma, perasa, dan pengawet.
3.1.6 Metode
Pembuatan Emulsi
1. Metode GOM
kering 4:2:1
~ GOM dicampur minyak sampai homogen
~ Setelah homogen ditambahkan 2 bagian air,
campur sampai homogen
2. Metode GOM
basah
~ GOM dicampur dengan air sebagian
~ Ditambahkan minyak secara perlahan, sisa air
ditambahkan lagi
3. Metode botol
~ GOM dimasukkan ke dalam botol + air, dikocok
~ Sedikit demi sedikit minyak ditambahkan
sambil terus dikocok (Ansel, Howard. 2005).
3.1.7 Stabilitas
Emulsi
·
Jika didiamkan tidak membentuk agregat
·
Jika memisah antara minyak dan air jika dikocok
akan membentuk emulsi lagi
·
Jika terbentuka gregat, jika dikocok akan
homogen kembali.
Contoh inkompatibilitas:
R/ paraffin.liq. 25
Tragacanthae 2
Oleinanisi
gtt. III
Aquam
ad 150
S.
Vesp.c.
Selain PGA juga digunakan tragacanthae sebagai
emulgator tetapi karena tragacanthae tidak larut dalam air tetapi mengembang,
karena itu fase dari elmusi menjadi kurang halus dan tidak stabil. Maka itu
diperlukan kombinasi tragacanthae dari PGA untuk menaikkan viskositas fase
kontinu hingga dapat meningkatkan stabilitas emulsi.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan
dari data yang diperoleh, maka dapat disimpulkan beberapa tentang
inkompatibilitas sediaan cair, yaitu:
1. Inkompatibilitas
sediaan cair adalah inkomp yang
terjadi pada sediaan cair seperti larutan, emulsi dan sediaan cair lainnya.
2. Sediaan cair atau potio
adalah obat minum dengan penggunaan secara oral yang berupa sirup, larutan
suspensi, atau emulsi.
3. Inkompatibilitas atau biasa dikenal dengan OTT (obat tak
tercampurakan) pada sediaan cair biasanya terjadi inkomp secara fisika ataupun
kimia tergantung pada larutan tersebut. Perubahan yang terlihat seperti larutan
yang terjadi perubahan warna yang tidak diinginkan, Perubahan warna tak
tercampurkannya dengan sediaan galenika, bahan-bahan tidak dapat bercampur,
terbentuk endapan yang tidak larut, reaksi yang berasal dari pengaruh zat-zat
yang bereaksi asam atau basa, reaksi yg terjadi karena oksidasi atau reduksi,
dan tidak stabil dalam larutan.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh, 1987,
Ilmu Meracik Obat, Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta.
Dirjen POM, 1979.
Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta.
Syamsuni, A., 2006,
Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi, EGC, Jakarta
Syamsuni. A,. 2006,
Ilmu Resep, EGC, Jakarta.
obat pembesar penis
ReplyDeleteMbak itu contoh resep dari masing2 jenis inkom. Cair diambil dr mana?
ReplyDelete