LAPORAN
PRAKTIKUM FARMASI FISIK I
PERCOBAAN
II
KELARUTAN
SEMU/TOTAL (APPARENT SOLUBILITY)
OLEH
:
NAMA : AL FIRA AHMAD SIPA
NIM : F1F1 12 006
KELOMPOK : I (SATU)
KELAS : A
ASISTEN : ROBBY SUDARMAN
JURUSAN
FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2013
KELARUTAN
SEMU/TOTAL (APPARENT SOLUBILITY)
A.
TUJUAN
Tujuan
dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh pH larutan terhadap
kelarutan bahan obat yang bersifat asam lemah.
B.
LANDASAN
TEORI
Kelarutan
merupakan salah satu sifat fisikokimia senyawa obat yang penting dalam
meramalkan derajat absorpsi obat dalam saluran cerna. Obat-obat yang mempunyai
kelarutan kecil dalam air (poorly soluble drugs) seringkali menunjukkan
ketersediaan hayati rendah dan kecepatan disolusi merupakan tahap penentu (rate
limitingstep) pada proses absorpsi obat. Berbagai metode untuk meningkatkan
kelarutan dan laju disolusi obat telah banyak dilaporkan seperti pembuatan
dispersi padat pembentukan prodrug, kompleks inklusi obat dengan pembawa
dan modifikasi senyawa menjadi bentuk garam dan solvat . Salah satu metode menarik
dan sederhana yang baru-baru ini dikembangkan dalam bidang ilmu bahan dan
rekayasa kristal untuk meningkatkan laju pelarutan dan ketersediaan hayati
obat-obat yang sukar larut adalah teknik kokristalisasi untuk menghasilkan
kokristal (senyawa molekular) dengan sifat-sifat fisika dan fisikokimia yang
lebih unggul (Zaini dkk, 2011).
Daya kelarutan suatu zat berkhasiat memegang peranan
penting dalam formulasi suatu sediaan farmasi. Lebih dari 50% senyawa kimia
baru yang ditemukan saat ini bersifat hidrofobik. Kegunaan secara klinik dari
obat-obat hidrofobik menjadi tidak efisien dengan rendahnya daya kelarutan,
dimana akan mengakibatkan kecilnya penetrasi obat tersebut di dalam tubuh.
Kelarutan suatu zat berkhasiat yang kurang dari 1 mg/ml mempunyai tingkat
disolusi yang kecil karena kelarutan suatu obat dengan tingkat disolusi obat
tersebut sangat berkaitan. Salah satu cara yang diterapkan oleh industri
farmasi saat ini untuk meningkatkan kelarutan suatu obat yang bersifat
lipofilik atau hidrofobik adalah dengan membuat sediaan emulsi (Jufri dkk,
2004).
Kelarutan intrinsik merupakan kelarutan dari suatu
senyawa dalam bentuk molekulnya (tidak terion) di dalam larutan. Dalam melihat
kelarutan intrinsik suatu obat pertama dilihat kelarutan obat di dalam 0,1 N
HCl, 0,1 N NaOH dan air. Peningkatan kelarutan obat pada asam menyatakan obat
tersebut basa lemah dan peningkatan kelarutan obat pada basa menyatakan obat
tersebut asam lemah (Novita dkk, 2012).
Absorpsi suatu obat
dapat didefinisikan sebagai proses perpindahan obat dari tempat pemberiannya,
melewati sawar biologis ke dalam aliran darah maupun ke dalam sistem limfatik.
Absorpsi obat dapat terjadi dan dapat ditentukan dengan beberapa cara yaitu metode
in vitro, metode in situ dan metode in vivo.Ada beberapa faktor yang dapat berpengaruh terhadap proses absorpsi, antara
lain kelarutan obat. Obat-obat yang mempunyai kelarutan kecil dalam air, laju
pelarutan sering kali merupakan tahap yang paling lambat, oleh karena itu
mengakibatkan terjadinya efek penentu kecepatan terhadap bioavailabilitas obat.
Tahap yang paling lambat didalam suatu rangkaian proses kinetik disebut tahap
penentu kecepatan (rate-limiting step)
(Zulkarnain dkk, 2008).
Asam benzoat (C6H5COOH)
merupakan salah satu bahan pengawet dan sering digunakan dalam makanan.
Pengawet ini sangat cocok digunakan untuk bahan makanan yang bersifat asam.
Bahan ini bekerja sangat efektif pada pH 2,5 – 4,0 untuk mencegah pertumbuhan
khamir dan bakteri. Mekanisme penghambatan mikroba oleh benzoat yaitu
mengganggu permeabilitas membran sel, struktur sistem genetik mikroba, dan
mengganggu enzim intraseluler. Benzoat yang umum digunakan adalah benzoat dalam
bentuk garamnya karena lebih mudah larut dibanding asamnya. Dalam bahan pangan,
garam benzoat terurai menjadi bentuk efektif yaitu bentuk asam benzoat yang
tidak terdisosiasi. Bentuk ini mempunyai efek racun pada pemakaian berlebih
terhadap konsumen, sehingga pemberian bahan pengawet ini tidak melebihi 0,1%
dalam bahan makanan (Siaka, 2009).
Dalam penentuan kelarutan asam benzoat ini menggunakan
larutan buffer atau dapar. Larutan dapar adalah senyawa-senyawa atau campuran
senyawa yang dapat meniadakan perubahan pH terhadap penambahan sedikit asam
atau sedikit basa. Peniadaan perubahan pH tersebut dikenal dengan aksi dapar.
Karena larutan dapar tersebut dapat mempertahankan pH sehingga dapat digunakan
untuk menentukan kelarutan semu zat tersebut.
Secara khusus, penentuan kelarutan semu (apparent solubility) asam benzoate dapat
dilakukan dengan metode gravimetri. Gravimetri merupakan cara pemeriksaan
jumlah zat yang paling tua dan paling sederhana dibandingkan dengan cara
pemeriksaan kimia lainnya. Kesederhaaan itu jelas kelihatan karena dalam gravimetri
jumlah zat ditentukan dengan menimbang langsung massa zat yang dipisahkan dari
zat-zat lain (Sakinah, 2012).
Analisis gravimetri adalah cara analisis
kuantitatif berdasarkan berat tetap (berat konstan)-nya. Dalam analisis ini,
unsur atau senyawa yang dianalisis dipisahkan dari sejumlah bahan yang
dianalisis. Selain itu gravimetri juga merupakan cara pemeriksaan jumlah zat
yang paling tua dan yang paling sederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaan
kimia lainnya. (Gandjar dan Rohman, 2007).
C.
ALAT
DAN BAHAN
1.
Alat
Alat
yang digunakan dalam percobaan ini yaitu :
¯ Labu
Erlenmeyer
¯ Kertas
saring
¯ Timbangan
analitik
¯ Gelas
kimia 100 ml
¯ Gelas
ukur 50 ml
¯ Sendok
tanduk
¯ Pipet
tetes
¯ Batang
pengaduk
¯ Corong
¯ Oven
2.
Bahan
Bahan
yang digunakan dalam percobaan ini yaitu :
¯ Asam
benzoat 0,4 M
¯ Larutan
buffer pH 4
¯ Larutan
buffer pH 4,6
¯ Larutan
buffer pH 5
¯ Larutan
buffer pH 5,6