10 Jul 2013

KELARUTAN SEMU/TOTAL (APPARENT SOLUBILITY)



LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIK I
PERCOBAAN II
KELARUTAN SEMU/TOTAL (APPARENT SOLUBILITY)

OLEH :
NAMA                   : AL FIRA AHMAD SIPA
NIM                        : F1F1 12 006
KELOMPOK        : I (SATU)
KELAS                  : A
ASISTEN              : ROBBY SUDARMAN


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2013


KELARUTAN SEMU/TOTAL (APPARENT SOLUBILITY)
A.      TUJUAN
            Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh pH larutan terhadap kelarutan bahan obat yang bersifat asam lemah.
B.       LANDASAN TEORI
 Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia senyawa obat yang penting dalam meramalkan derajat absorpsi obat dalam saluran cerna. Obat-obat yang mempunyai kelarutan kecil dalam air (poorly soluble drugs) seringkali menunjukkan ketersediaan hayati rendah dan kecepatan disolusi merupakan tahap penentu (rate limitingstep) pada proses absorpsi obat. Berbagai metode untuk meningkatkan kelarutan dan laju disolusi obat telah banyak dilaporkan seperti pembuatan dispersi padat pembentukan prodrug, kompleks inklusi obat dengan pembawa dan modifikasi senyawa menjadi bentuk garam dan solvat . Salah satu metode menarik dan sederhana yang baru-baru ini dikembangkan dalam bidang ilmu bahan dan rekayasa kristal untuk meningkatkan laju pelarutan dan ketersediaan hayati obat-obat yang sukar larut adalah teknik kokristalisasi untuk menghasilkan kokristal (senyawa molekular) dengan sifat-sifat fisika dan fisikokimia yang lebih unggul (Zaini dkk, 2011).
 



Daya kelarutan suatu zat berkhasiat memegang peranan penting dalam formulasi suatu sediaan farmasi. Lebih dari 50% senyawa kimia baru yang ditemukan saat ini bersifat hidrofobik. Kegunaan secara klinik dari obat-obat hidrofobik menjadi tidak efisien dengan rendahnya daya kelarutan, dimana akan mengakibatkan kecilnya penetrasi obat tersebut di dalam tubuh. Kelarutan suatu zat berkhasiat yang kurang dari 1 mg/ml mempunyai tingkat disolusi yang kecil karena kelarutan suatu obat dengan tingkat disolusi obat tersebut sangat berkaitan. Salah satu cara yang diterapkan oleh industri farmasi saat ini untuk meningkatkan kelarutan suatu obat yang bersifat lipofilik atau hidrofobik adalah dengan membuat sediaan emulsi (Jufri dkk, 2004).
Kelarutan intrinsik merupakan kelarutan dari suatu senyawa dalam bentuk molekulnya (tidak terion) di dalam larutan. Dalam melihat kelarutan intrinsik suatu obat pertama dilihat kelarutan obat di dalam 0,1 N HCl, 0,1 N NaOH dan air. Peningkatan kelarutan obat pada asam menyatakan obat tersebut basa lemah dan peningkatan kelarutan obat pada basa menyatakan obat tersebut asam lemah (Novita dkk, 2012).
 

Absorpsi suatu obat dapat didefinisikan sebagai proses perpindahan obat dari tempat pemberiannya, melewati sawar biologis ke dalam aliran darah maupun ke dalam sistem limfatik. Absorpsi obat dapat terjadi dan dapat ditentukan dengan beberapa cara yaitu metode in vitro, metode  in situ dan metode  in vivo.Ada beberapa faktor yang dapat  berpengaruh terhadap proses absorpsi, antara lain kelarutan obat. Obat-obat yang mempunyai kelarutan kecil dalam air, laju pelarutan sering kali merupakan tahap yang paling lambat, oleh karena itu mengakibatkan terjadinya efek penentu kecepatan terhadap bioavailabilitas obat. Tahap yang paling lambat didalam suatu rangkaian proses kinetik disebut tahap penentu kecepatan (rate-limiting step) (Zulkarnain dkk, 2008).
Asam benzoat (C6H5COOH) merupakan salah satu bahan pengawet dan sering digunakan dalam makanan. Pengawet ini sangat cocok digunakan untuk bahan makanan yang bersifat asam. Bahan ini bekerja sangat efektif pada pH 2,5 – 4,0 untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri. Mekanisme penghambatan mikroba oleh benzoat yaitu mengganggu permeabilitas membran sel, struktur sistem genetik mikroba, dan mengganggu enzim intraseluler. Benzoat yang umum digunakan adalah benzoat dalam bentuk garamnya karena lebih mudah larut dibanding asamnya. Dalam bahan pangan, garam benzoat terurai menjadi bentuk efektif yaitu bentuk asam benzoat yang tidak terdisosiasi. Bentuk ini mempunyai efek racun pada pemakaian berlebih terhadap konsumen, sehingga pemberian bahan pengawet ini tidak melebihi 0,1% dalam bahan makanan (Siaka, 2009).
Dalam penentuan kelarutan asam benzoat ini menggunakan larutan buffer atau dapar. Larutan dapar adalah senyawa-senyawa atau campuran senyawa yang dapat meniadakan perubahan pH terhadap penambahan sedikit asam atau sedikit basa. Peniadaan perubahan pH tersebut dikenal dengan aksi dapar. Karena larutan dapar tersebut dapat mempertahankan pH sehingga dapat digunakan untuk menentukan kelarutan semu zat tersebut.
Secara khusus, penentuan kelarutan semu (apparent solubility) asam benzoate dapat dilakukan dengan metode gravimetri. Gravimetri merupakan cara pemeriksaan jumlah zat yang paling tua dan paling sederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya. Kesederhaaan itu jelas kelihatan karena dalam gravimetri jumlah zat ditentukan dengan menimbang langsung massa zat yang dipisahkan dari zat-zat lain (Sakinah, 2012).
            Analisis gravimetri adalah cara analisis kuantitatif berdasarkan berat tetap (berat konstan)-nya. Dalam analisis ini, unsur atau senyawa yang dianalisis dipisahkan dari sejumlah bahan yang dianalisis. Selain itu gravimetri juga merupakan cara pemeriksaan jumlah zat yang paling tua dan yang paling sederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya. (Gandjar dan Rohman, 2007).


C.      ALAT DAN BAHAN
1.        Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu :
¯  Labu Erlenmeyer
¯  Kertas saring
¯  Timbangan analitik
¯  Gelas kimia 100 ml
¯  Gelas ukur 50 ml
¯  Sendok tanduk
¯  Pipet tetes
¯  Batang pengaduk
¯  Corong
¯  Oven
2.        Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu :
¯  Asam benzoat 0,4 M
¯  Larutan buffer pH 4
¯  Larutan buffer pH 4,6
¯  Larutan buffer pH 5
¯  Larutan buffer pH 5,6